Páginas

Jumat, 30 Maret 2012

woowww... Rolls - Royce Phantom hadir di Indonesia

Di dunia, hanya ada lima unit, Indonesia mendapatkan dua unit," begitu kata penjual  Rolls-Royce Phantom Centenary Drophead di Indonesia.

General Manager Auto Glamour Boutique John Winata dengan bangga memperkenalkan Rolls-Royce Phantom Centenary Drophead yang menurut dia "mendapatkan  ini saja perjuangannya setengah mati."

Dua mobil itu adalah rangkaian program Rolls-Royce Motor untuk merayakan ulang tahunya yang ke-100 dengan meluncurkan 100 unit Rolls-Royce Phantom di seluruh dunia.

"Salah satu keunikan Rolls-Royce Phantom Centenary adalah warnanya yaitu Ethereal White karena tidak akan ada lagi mobil Rolls-Royce di dunia ini yang akan menggunakan warna tersebut selain (Phantom) Centenary.  Indonesia tidak mendapatkan tipe yang coupe," kata ‎​Vice President of Sales and Marketing Rolls-Royce Motor Cars Jakarta dan Yudy W. Widodo di Jakarta pada Kamis (29/3).

Kedua mobil yang memiliki dua pintu itu menggunakan mesin V12 dengan kapasitas 5.800 cc yang sanggup menghasilkan tenaga maksimum 453 hp pada 5.350 rpm dan torsi 720 NM pada 3.500 rpm sehingga mobil itu mampu melesat hingga kecepatan maksimum 240 km/jam atau akselerasi 0-100 km/jam hanya pada 5.9 detik.

Menilik sejarahnya, Phantom Drop Head Centenary terinspirasi dari kapal pesiar balap klasik J-Class pada 1930-an yang merupakan kapal termewah dan tercepat di kelasnya. Kedua mobil mewah itu memiliki tudung atap berwarna merah dan biru dengan waktu buka-tutup kurang dari dua menit.

John mengatakan seluruh jok kedua mobil itu dijahit dengan tangan dan beralaskan bulu domba. Emblem kebanggan Rolls-Royce yang berada di depan yaitu Spirit of Ecstasy atau Flying Lady menggunakan bahan perunggu sehingga mengkilap.

"Mengendarai mobil itu (Rolls-Royce Phantom) serasa berada di atas flying carpet (karpet terbang), tidak terasa jika ada jalan berlubang," kata John.

Sayangnya John menolak menyebutkan harga kedua mobil itu kecuali mengatakan "pembayaran paling banyak tunai dan pembelinya yang pasti taat pajak dan memiliki taste yang tinggi."

Kamis, 22 Maret 2012

-JenarMahesa Photography-

 -JenarMahesa Photography-
Awalnya sih cuma iseng - iseng motret gak jelas.. tapi kok makin ke sini malah banyak calon pasangan yang minta untuk di buatkan foto preweding dan wedding juga.
Usul punya Usul akhirnya  merambahlah ke fotography dokumentasi wedding dan preweding.
Mas bro dan mbak sis yang pengen juga pake jasa saya boleh lah contact - contact saya dialamat :
Jl. Inpres XVIII, ciledug, Tangerang.
Panit : 081911181469 ( pin 30B3748)
Yesi : 081911181468 ( pin 2144B1BE ). Thx











Selasa, 20 Maret 2012

Peran dan perilaku Komunikasi Anak Jalanan

Studi Fenomenologi: Peran Diri dan Perilaku Komunikasi Anak Jalanan

1. Aktualisasi Masalah Penelitian
Jumlah anak jalanan di Indonesia mengalami peningkatan pesat dalam beberapa tahun terakhir. Pada tahun 1998, Kementrian Sosial R.I. menyatakan bahwa telah terjadi peningkatan jumlah anak jalanan sekitar 400%. Tahun 1999 diperkirakan jumlah anak jalanan di Indonesia sekitar 50.000 anak.
Di Provinsi Jawa Barat, setiap tahun, jumlah anak jalanan terus bertambah baik untuk kota besar seperti Kota Bandung atau kota-kota lain seperti Cirebon, Indramayu, Tangerang, Bekasi, dan Garut. Tahun 2001, jumlah anak jalanan yang tersebar di Jawa Barat adalah 6267 orang, dan tahun berikutnya meningkat 8352 orang. Sedangkan Kabupaten dengan jumlah yang ekstrim yaitu Bogor 1503 orang, Cirebon 994 orang, dan Bandung 840 orang. Walaupun tahun 2003 menunjukkan sedikit penurunan menjadi 5183 orang dengan kabupaten yang terbanyak adalah Kabupaten Garut 594 orang, Majalengka 558  orang dan Kabupaten Sukabumi 511 orang.
Kabupaten dan Kota Cirebon, memiliki penyandang masalah sosial yang cukup tinggi. Data 2006 menunjukkan populasi penyandang masalah sosial anak mencakup; anak terlantar 490 orang, anak nakal 820 orang, anak terlantar 2568 orang dan anak nakal sendiri sebanyak 983 orang. Dari jumlah penyandang, Kota Cirebon dan Kabupaten Cirebon memiliki jumlah anak jalanan yang tinggi jika dibandingkan dengan kabupaten dan kota lain di Jawa Barat.
Banyak faktor yang berpengaruh terhadap fenomena anak jalanan. Faktor makro yang memunculkan masalah tersebut yaitu; pertumbuhan ekonomi yang tidak merata, partisipasi sekolah pada anak usia sekolah yang memunculkan drop-out, pembangunan kawasan dan perkotaan yang belum merata, dan masalah kultur. Sedangkan masalah mikro di dalamnya tercakup; ajakan teman, desakan orang tua untuk mencari nafkah, rumah tangga yang tidak harmonis, anak dengan orang tua single parent,  dan ketidakpuasan terhadap sekolah atau guru.
Munculnya masalah anak jalanan di Kota dan Kabupaten Cirebon, dari sisi makro tidak bisa dihindari. Pertumbuhan kota di kedua wilayah tersebut, merupakan pendorong anak-anak untuk mencari nafkah dengan mengemis, mengamen, atau “memalak” di jalanan. Di samping itu, areal wisata relijius sebagai salah satu sektor andalan kepariwisataan di Cirebon, seperti Makam Sunan Gunung Jati dan Keraton Kasepuhan Cirebon, menjadi lokasi anak jalanan mengais rejeki dengan cara meminta sedekah kepada para pengunjung.
Jika ditelusuri, perbedaan lokasi anak jalanan menunjukkan adanya perbedaan dalam pola anak mengais rejeki. Anak jalanan di perkotaan Cirebon, mendapatkan uang dengan cara mengamen atau ojek payung, dan parkiran. Sedangkan di lokasi wisata, anak-anak mencari uang dengan cara mengemis, meminta dan mengejar para peziarah.
Keadaan ini tidak terlepas dari kondisi dan situasi yang mendorong anak untuk turun mencari rejeki. Lingkungan mereka secara dominan memberikan pembelajaran tentang cara anak-anak mendapatkan uang. Di tempat ziarah, mengemis, meminta sumbangan merupakan hal yang lumrah, sehingga anak-anak meniru tindakan tersebut. Sedangkan, di kota Cirebon jarang ditemukan anak-anak jalanan mencari uang dengan cara seperti itu. Mereka lebih suka mengamen atau mengerjakan sesuatu untuk mendapatkan uang.
Terlepas dari adanya perbedaan perilaku dalam mendapatkan uang, riset terhadap anak jalanan menggambarkan bahwa, persepsi tentang mereka berkaitan dengan stigma kekerasan, kriminalitas dan gangguan sosial. Anak jalanan, di samping menimbulkan masalah sosial, seperti keamanan, ketertiban lalulintas, dan kenyamanan, juga memunculkan tindakan kriminal terhadap anak jalanan itu sendiri. Mereka menjadi komunitas yang rentan terhadap kekerasan dan pelecehan orang dewasa, penggarukan petugas ketertiban kota, berkembangnya penyakit,  dan konsumsi minuman keras serta zat adiktif atau narkoba.
Anak jalanan didefinisikan sebagai individu yang memiliki batas usia sampai 18 tahun, dan menghabiskan sebagian besar waktunya di jalan, baik untuk bermain maupun untuk mencari nafkah.  Realitas pengalaman yang dihadapi tersebut, akan membangun skema kognitif yang unik dari anak jalanan tentang lingkungan dengan perilakunya. Realitas yang dimaksud adalah bagaimana mereka mendapatkan perlakuan dari lingkungan dan bagaimana peran yang harus dipilih (role taking) ketika mereka berinteraksi dengan lingkungan.
Anak jalanan telah memiliki tanggung jawab yang tinggi terhadap keluarga. Makna keluarga bagi mereka adalah sekelompok orang di mana dia harus ikut ambil bagian dalam menjaga keberlangsungan hidup mereka. Makna konstribusi terhadap keluarga bagi anak jalanan adalah seberapa besar uang yang harus disetorkan kepada orang tuanya dalam rangka membantu kehidupan keluarganya. Di samping itu, mereka sudah memiliki tanggung jawab terhadap dirinya sendiri, misalnya membayar uang sekolah dengan biaya yang didapatkan dari hasil keringat mereka.
Dalam keadaan seperti itu, tidak berlebihan jika anak jalanan selalu berada dalam situasi rentan dalam segi perkembangan fisik, mental, sosial bahkan nyawa mereka.  Melalui sitmulasi tindakan kekerasan terus menerus, terbentuk sebuah  nilai-nilai baru dalam perilaku yang cenderung mengedepankan kekerasan sebagai cara untuk mempertahankan hidup. Ketika memasuki usia dewasa, kemungkinan mereka akan menjadi salah satu pelaku kekerasan dan eksplotasi terhadap anak-anak jalanan lainnya.
Di samping itu anak jalanan dengan keunikan kerangka budayanya, memiliki tindak komunikasi yang berbeda dengan anak yang normal. Komunikasi intrabudaya anak jalanan dapat menjelaskan tentang proses, pola, perilaku, gaya, dan bahasa yang digunakan oleh mereka. Aspek-aspek tersebut tampak manakala berkomunikasi dengan sesaman, keluarga, petugas keamanan dan ketertiban, pengurus rumah singgah, dan lembaga pemerintah. Anak jalanan yang  sudah terbiasa dalam lingkungan rumah singgah dan anak jalanan yang ”liar”, memiliki perilaku dan gaya komunikasi yang berbeda.
2. Disain Studi Fenomenologi
Metode penelitian yang digunakan adalah Metode Kualitatif dengan tradisi Fenomenologi. Subyek penelitian adalah anak jalanan pengamen di Kota Cirebon dan anak jalanan pengemis di Lingkungan Wisata Makam Gunung Jati Kabupaten Cirebon. Pengumpulan data menggunakan metode wawancara mendalam dan observasi partisipatif.
3. Hasil Penelitian: Peran Diri Anak Jalanan dan Perilaku Komunikasi
Anak jalanan memaknai peran diri dalam keluarga dan masyarakat, sebagai inidividu yang mandiri (tanggung jawab pada diri dan keluarga), otonom (berusaha melepasakan ketergantungan),  dan individu yang berusaha memiliki relasi sosial dalam konteks di jalanan. Konstruksi makna peran diri itu sendiri dibangun secara kreatif dan dinamis di dalam  interaksi sosial anak dengan orang-orang dalam lingkungan jalanan.
Pada anak pengemis, mereka telah memiliki pemaknaan peran diri sebagai; diri yang memenuhi kebutuhan sendiri dan mengurangi beban orang tua, diri yang belajar memenuhi kebutuhan sekolah dan diri yang disuruh dan didukung mengemis. Sedangkan anak pengamen memiliki pemaknaan peran diri sebagai; diri yang berusaha memenuhi kebutuhan dasar, diri yang melepaskan ketergantungan pada orang tua, diri yang memenuhi kebutuhan sekolah dan diri yang mencari hubungan sosial di jalanan
Selanjutnya, hasil interaksi sosial anak-anak dengan orang-orang dalam lingkungannya membentuk  konstruksi makna secara subyektif dan obyektif tentang orang dewasa, aturan dan prinsip-prinsip yang berkembang dalam konteks jalanan. Anak-anak pengemis menganggap orang dewasa di luar sebagai pengatur karena memiliki otoritas,  dicurigai karena memiliki kepentingan, setara (sesama pengemis) sehingga mengedepankan persaingan, di samping pula berkembang anggapan sukarela (kepada peziarah) dan berusaha respek terhadap senior. Anak-anak pengemis juga menganggap bahwa aturan mengemis adalah sesuatu yang harus ada dan tidak perlu dipertanyakan (reserve) walaupun sebagai subordinat mereka mencurigai bahwa aturan yang dibuat dipenuhi muatan kepentingan orang dewasa.
Pemaknaan anak pengamen berbeda dengan anak pengemis. Anak pengamen memaknai orang dewasa sebagai tipikal dominan negatif, agresif dan menyerang, senantiasa menggunakan paksaan dan kekerasan dan perlu dilawan jika posisi menguntungkan (konflik). Dilain pihak juga telah berkembang pemaknaan dengan pola-pola spesifik; dominan positif dan skeptis terhadap lawan jenis, solidaritas sesama pengamen dan menghargai wibawa pengamen senior.
Aturan, menurut anak pengamen adalah sebuah konsensus yang berusaha dipatuhi. Penghasilan dianggap memiliki nilai publik (berbagi) dan terbuka, mementingkan kelompok,  menghormati senioritas, dan menghargai atau toleran terhadap zona proksemik jalanan.
Disamping itu, mereka memilikia prinsip; menghindari perbuatan jahat, rasionalisasi terhadap kebiasaan konsumsi minuman keras/obat  dan merokok dimaknai sebagai media interaksi sosial dengan motif ekonomi dan sosial.
Perilaku komunikasi interpersonal pada anak jalanan berlangsung secara dominan dengan orang-orang disekitar jalanan. Perilaku komunikasi interpersonal sendiri berlangsung dalam situasi; memaksa, otoritatif, konflik, mengganggu (teasing), membiarkan (bebas),  sukarela, dan rayuan. Komunikasi interpersonal melalui pesan verbal dan nonverbal, secara spesifik disesuaikan dengan kepentingan dalam menjalankan aktivitas di jalanan. Pesan verbal mayoritas  berupa istilah/kata; yang berhubungan dengan kekerasan/konflik, panggilan khas (sebutan) kepada orang atau konteks jalanan, aktivitas jalanan dan pekerjaan. Pesan nonverbal yang disampaikan berbentuk: gestural, intonasi suara, mimik muka (facial), artifaktual, isyarat bunyi, pakaian (fashion), panataan pakaian/asesoris (grooming) dan penampilan (manner).
Diangkat dari Disertasi Program Ilmu Komunikasi, 2009

Komunikasi menurut ONONG UCHJANA EFFENDY

Onong Uchjana Effendy

Komunikasi adalah proses penyampaian pesan oleh seseorang kepada orang lain untuk memberitahu, mengubah sikap, pendapat, atau perilaku, baik secara lisan (langsung) ataupun tidak langsung (melalui media)
Analisis Pengertian Komunikasi Dan 5 (Lima) Unsur Komunikasi Menurut Harold Lasswell Sat, 10/11/2007 - 6:54pm — Rejals Analisis Definisi Komunikasi Menurut Harold Lasswell

Komunikasi pada dasarnya merupakan suatu proses yang menjelaskan siapa? mengatakan apa? dengan saluran apa? kepada siapa? dengan akibat atau hasil apa? (who? says what? in which channel? to whom? with what effect?). (Lasswell 1960).
Analisis 5 unsur menurut Lasswell (1960):
1. Who? (siapa/sumber). Sumber/komunikator adalah pelaku utama/pihak yang mempunyai kebutuhan untuk berkomunikasi atau yang memulai suatu komunikasi,bisa seorang individu,kelompok,organisasi,maupun suatu negara sebagai komunikator.
2. Says What? (pesan). Apa yang akan disampaikan/dikomunikasikan kepada penerima(komunikan),dari sumber(komunikator)atau isi informasi.Merupakan seperangkat symbol verbal/non verbal yang mewakili perasaan,nilai,gagasan/maksud sumber tadi. Ada 3 komponen pesan yaitu makna,symbol untuk menyampaikan makna,dan bentuk/organisasi pesan.
3. In Which Channel? (saluran/media). Wahana/alat untuk menyampaikan pesan dari komunikator(sumber) kepada komunikan(penerima) baik secara langsung(tatap muka),maupun tidak langsung(melalui media cetak/elektronik dll).
4. To Whom? (untuk siapa/penerima). Orang/kelompok/organisasi/suatu negara yang menerima pesan dari sumber.Disebut tujuan(destination)/pendengar(listener)/khalayak(audience)/komunikan/penafsir/penyandi balik(decoder).
5. With What Effect? (dampak/efek). Dampak/efek yang terjadi pada komunikan(penerima) setelah menerima pesan dari sumber,seperti perubahan sikap,bertambahnya pengetahuan, dll.
Contoh: Komunikasi antara guru dengan muridnya. Guru sebagai komunikator harus memiliki pesan yang jelas yang akan disampaikan kepada murid atau komunikan.Setelah itu guru juga harus menentukan saluran untuk berkomunikasi baik secara langsung(tatap muka) atau tidak langsung(media).Setelah itu guru harus menyesuaikan topic/diri/tema yang sesuai dengan umur si komunikan,juga harus menentukan tujuan komunikasi/maksud dari pesan agar terjadi dampak/effect pada diri komunikan sesuai dengan yang diinginkan.
Kesimpulan: Komunikasi adalah pesan yang disampaikan kepada komunikan(penerima) dari komunikator(sumber) melalui saluran-saluran tertentu baik secara langsung/tidak langsung dengan maksud memberikan dampak/effect kepada komunikan sesuai dengan yang diingikan komunikator.Yang memenuhi 5 unsur who, says what, in which channel, to whom, with what effect.

Dokumenter "Belalang KehidupanKu"

PROGRAM DOKUMENTER “ Belalang Kehidupanku


Production Company     :                                                         Produser               : Pitria Wiguna
Project Title                   : Belalang Kehidupanku                      Director                : Panit Raharjo & Baihaqi
Durasi                            : 30 menit                                           Penulis Naskah     : Eva & Erica


Sebuah kisah tentang seorang bocah yang berjuang mempertahankan hidupnya melawan kejamnya dunia dengan belalang sebagai topangan hidup. Bangkit, seorang anak dari sebuah keluarga di dusun Teguhan Desa Wunung Kecamatan Wonosari Yogjakarta yang serba kekurangan perekonomian baik sandang maupun pangan, berjuang seorang diri mencari nafkah dengan memburu belalang. Bersama teman – temannya yang berprofesi sama, kesehariannya kegiatan mereka pergi ke hutan untuk mencari belalang tanpa memikirkan bahaya binatang – binatang buas. Meski bangkit putus sekolah akan tetapi dia anak yang cerdas,dan meski harus merelakan masa kanak – kanaknya hanya untuk mencari serangga belalang sebagai mata pencaharian untuk makan dirinya dan menafkahi kakek dan neneknya yang sudah tidak sanggup lagi melakukan pekerjaan karena faktor usia. 
------------------------------------------------------------------------------------------------------------

 
TREATMENT
PROGRAM DOKUMENTER “ Belalang Kehidupanku

Production Company     :                                                               Produser             : Pitria Wiguna
Project Title                        : Belalang Kehidupanku                 Director                : Panit Raharjo & Baihaqi
Durasi                                   : 00 menit                                            Penulis Naskah : Eva & Erica

Cerita diawali dengan suasana pagi hari di Desa Wunung Kecamatan Wonosari, Gunung Kidul, Yogyakarta. Disudut desa tepatnya di dusun Tenguhan terdapat rumah sederhana yang didalamnya tinggal seorang anak bersama kakek dan neneknya. Bangkit yang sudah ditinggal orang tuanya sejak kecil terpaksa harus sekolah sambil bekerja. Pagi itu disebuah ruangan kecil dan sempit, Bangkit bangun dari tidurnya dan langsung pergi kekamar mandi. Selesai mandi Afi bersiap-siap mengenakan  pakaian untuk berladang mencari rumput. Beberapa saat kemudian Bangkit sudah siap untuk berangkat berladang dan berpamitan kepada nenek dan kekeknya. Dengan semangat Bangkit membawa alat – alat untuk berladang. Sesampainya diladang dia langsung terjun mencari rumput untuk umpan kambing yang ia pelihara . Pekerjaan mencari rumput ia kerjakan dari pagi hari hingga  siang nanti sampai kira – kira ia mendapatkan rumput yang cukup .

Bangkit kembali kerumah membawa rumput yang ia dapat untuk kambingnya di rumah. Sesampainya dirumah. Sesampainya dirumah Bangkit mengganti pakkaian yang biasa dia pakai ke ladang dengan pakaian sehari-hari kemudian menyantap makan siang seadanya. Setelah perut terasa kenyang, Bangkit langsung bergegas memepersiapkan alat-alat untuk berburu serangga belalang. Kali ini dia tidak menggunakan sepeda, perjalanan menuju hutan ia lakukan dengan berjalan kaki. Bersama beberapa temannya dengan riang Bangkit melewati jalan terjal dan sungai. Walaupun ada saja hambatan untuk menuju kehutan, Bangkit dan teman-temannya tidak pernah mengeluh, mereka tetap semangat demi mendapatkan serangga belalang.

 Akhirnya setelah perjalanan yang cukup melelahkan mereka sampai dihutan dan mulai menyusuri satu pohon ke pohon lain mencari belalang.  Terik matahari dan bahaya binatang buas seperti ular, harimau dan lainnya tidak menyulutkan semangat mereka. Dengan alat sederhana Bangkit mulai mendapatkan belalang, satu per satu belalang itu ia kumpulkan. Panas yang menyengat, Bangkit pun beristirahat di sebuah gubuk dihutan untuk sejenak melepas lelah sambil melantunkan nyanyian-nyanyian jawa. Setelah lelahnya terasa berkurang, ia langsung melanjutkan mencari belalang. Kali ini Bangkit beruntung karena hasil buruannya lumayan banyak, terkadang buruan yg ia dapat sedikit bahkan tidak dapat sama sekali.

Hari sudah mulai sore Bangkit pun beranjak pulang ke rumah. Dalam perjalanan pulang ia menawarkan hasil buruannya tersebut kepada orang atau warga desa yang membutuhkan belalang tersebut. Bangkit juga mendatangi rumah-rumah penduduk dengan harapan mau membeli belalang hasil buruannya. Setelah sebagian terjual Bangkit melanjutkan perjalanan pulang ke rumah. Setibanya di rumah Bangkit  langsung disambut oleh neneknya dan memberikan uang hasil penjualan belalang serta sisa hasil buruan yang tidak terjual kepada neneknya.

Setelah beristirahat sebentar, Bangkit bersiap-siap beranjak menuju masjid untuk mengaji. Walaupun Bangkit tidak memiliki banyak waktu luang tetapi ia tetap menyempatkan waktu untuk menimba ilmu agama. Adzan magrib pun berkumandang, Bangkit beranjak mengambil wudhu dan sholat magrib di masjid. Setelah selesai sholat Bangkit langsung pulang ke rumah. Di rumah nenek dan kakeknya sudah menunggu Bangkit untuk makan bersama dengan lauk belalang hasil tangkapannya tadi siang yang sudah diolah oleh neneknya. Setelah selesai makan meski  Bangkit putus sekolah  walaupun dengan penerangan yang sangat minim. Biarpun keadaannya serba kekurangan, tetapi Bangkit tetap rajin belajar, dia tidak ingin menyia-nyikan waktu selama ia masih bisa bersekolah. Malam semakin larut Bangkit pun sudah mulai mengantuk, dia beranjak tidur karena keesokan harinya harus memulai rutinitasnya lagi. 
 
Masalah
Yang menjadi topik program ini adalah kehidupan seorang anak Pencari belalang.  Dalam kesehariannya belalang serangga yang sering dijadikan konsumsi bagi masyarakat pinggiran yogyakarta. Serangga belalang tersebut bagi orang awam mungkin tidak layak untuk di konsumsi, namun masyarakat pinggiran yogyakarta minoritas mengkonsumsi serangga tersebut sebagai lauk pauk karena keterbatasan ekonomi. Sehingga beberapa masyarakat tidak mampu membeli lauk pauk yang layak seperti masyarakat lain. Sesuatu hal yang mungkin tidak banyak orang tau bahwa belalang dapat dikonsumsi sebagai lauk pauk. Dimana peran pemerintah dalam menanggulangi kemiskinan di pinggiran kota agar masyarakat tersebut dapat ikut merasakan kehidupan yang layak.
Bangkit seorang seorang bocah kecil yang masih duduk di sekolah dasar. Setiap hari nya harus melakukan aktifitas seperti halnya orang – orang kebanyakan. Selain putus  sekolah, Ia pun setiap hari harus rela mengorbankan waktu bermainnya hanya untuk banting tulang mencari serangga belalang di hutan yang hasilnya untuk di jual dan untuk di konsumsi pula. Pencarian serangga tersebut ia kerjakan karena himpitan ekonomi dan ketidakmampuan kakek dan neneknya untuk bekerja. Aktifitas tersebut mulai dikerjakan Bangkit sepulang dari sekolah hingga matahari terbenam.

Minggu, 18 Maret 2012